Jabar Istimewa di Tangan Kang Dedi Mulyadi (KDM): Harapan atau Hanya Drama?
Berdasarkan sentimen dan opini yang beredar di kalangan netizen, khususnya melalui platform media sosial yang saya ikuti dan informasi kontekstual lainnya, berikut adalah ulasan Merdesa tentang kang Dedi Mulyadi (KDM) sebagai Gubernur Jawa Barat saat ini (periode 2025-2030). Ulasan ini mencoba merangkum pandangan netizen tentang kinerja, gaya kepemimpinan, kebijakan, serta kontroversi yang mewarnai perjalanannya, dengan tetap mempertimbangkan bahwa KDM baru menjabat sejak 20 Februari 2025, sehingga penilaian masih dalam tahap awal.
Latar Belakang dan Awal Kepemimpinan
Dedi Mulyadi, yang dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat pada Februari 2025 setelah menang telak di Pilgub Jabar 2024 dengan 62% suara, dikenal sebagai politikus berpengalaman. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode (2008-2018) dan anggota DPR RI (2019-2023). Kemenangannya yang besar menunjukkan dukungan kuat dari masyarakat Jawa Barat, yang tampaknya terpikat oleh citra merakyatnya dan janji visi “Jabar Istimewa”. Netizen sering menyebutnya sebagai pemimpin “grassroots” yang dekat dengan rakyat, sebuah karakteristik yang kerap dibandingkan dengan gaya kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).
Namun, tidak semua netizen langsung menyambutnya dengan positif. Ada yang mempertanyakan apakah ia hanya “perpanjangan tangan rezim” karena dukungan dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), termasuk Gerindra dan Golkar, serta menilai identitas Sundanya yang kuat tidak cukup untuk menjamin kepemimpinan yang efektif.
Kinerja dan Gaya Kepemimpinan
Netizen tampaknya terbagi dalam menilai kinerja awal Dedi Mulyadi. Salah satu poin yang sering dipuji adalah kecepatan dan ketegasannya dalam mengambil keputusan. Misalnya, tindakannya memecat kepala SMA Negeri 6 Depok karena melanggar larangan study tour ke luar provinsi langsung jadi sorotan. Banyak yang menganggap ini sebagai bukti ia “sat set” (cepat dan tegas), sebuah gaya yang dianggap menyegarkan dibandingkan pemimpin lain yang dianggap lamban. Postingan di X seperti “Nilai positifnya keluar banget nih, sat set kerja dan cepat ambil keputusan” mencerminkan apresiasi terhadap pendekatan ini.
Selain itu, aksi blusukannya yang kerap viral di media sosial, seperti inspeksi ke Puncak atau sidak infrastruktur, mendapat pujian karena menunjukkan keterlibatan langsung dengan masyarakat. Netizen menilai ini sebagai tanda ia “bukan pemimpin yang cuma duduk di kantor” dan memperlihatkan komitmen nyata untuk memperbaiki Jawa Barat. Video-videonya di YouTube, seperti di kanal @KANGDEDIMULYADICHANNEL yang sudah memiliki jutaan pelanggan sejak ia jadi bupati, juga memperkuat citra ini.
Namun, ada kritik bahwa aksinya terlalu “drama” dan berbau pencitraan. Beberapa netizen meragukan apakah tindakan tegasnya di awal jabatan akan diikuti oleh solusi jangka panjang yang substantif, atau hanya sekadar “pamer aksi” untuk popularitas. Seorang netizen di X menyatakan, “Dengan viralnya setiap postingan kinerja Kang Dedi, bukan berarti kita harus mengkultuskan,” menunjukkan sikap hati-hati agar publik tidak terjebak euphoria semata.
Kebijakan Kontroversial
Beberapa kebijakan Dedi juga memicu reaksi beragam. Larangan berpacaran atau bertamu lelet malam (di atas jam 9 malam) dengan sanksi adat seperti denda atau pengusiran sementara dari desa, misalnya, dianggap unik dan mencerminkan nilai budaya Sunda yang ia junjung. Sebagian netizen mendukung karena dianggap menjaga moralitas dan ketertiban, tetapi ada pula yang mengkritiknya sebagai aturan yang kuno dan tidak relevan di era modern, bahkan membandingkannya dengan pendekatan otoriter.
Pembongkaran Hibisc Fantasy di Puncak pada Maret 2025, dengan alasan mencegah banjir bandang, juga jadi topik hangat. Netizen yang pro lingkungan memuji keberaniannya melawan kepentingan bisnis demi alam, tetapi yang lain mempertanyakan konsistensinya, mengingat banyak kawasan lain di Jawa Barat masih bermasalah dengan tata ruang.
Hubungan dengan Masyarakat dan Budaya Sunda
Dedi dikenal sangat menonjolkan identitas Sunda, sesuatu yang ia bawa sejak jadi bupati dengan promosi budaya lokal dan larangan PR untuk siswa. Sebagai gubernur, ia melanjutkan pendekatan ini dengan rencana menjadikan Gedung Pakuan sebagai museum budaya Sunda digital. Netizen yang bangga dengan identitas lokal menganggap ini sebagai langkah cerdas untuk melestarikan warisan budaya, tetapi ada juga yang sinis, menyebutnya “gimmick” yang tidak cukup menyelesaikan masalah besar seperti kemiskinan atau infrastruktur.
Kedekatannya dengan masyarakat juga jadi nilai jual. Banyak yang memuji sikapnya yang rendah hati, seperti saat halal bihalal pertama di Gedung Sate pada Mei 2025, di mana ia menyalami semua pegawai hingga petugas kebersihan. Ini kontras dengan kritik dari sebagian kecil netizen yang merasa ia “tone deaf” terhadap isu-isu tertentu, seperti ketimpangan ekonomi.
Kontroversi dan Tantangan
KDM tidak luput dari kontroversi. Masa lalunya sebagai bupati, terutama kritik dari FPI yang menuduhnya musyrik karena memasang patung wayang, masih diungkit netizen. Meski sebagian besar melihat ini sebagai serangan tak berdasar, ada yang khawatir pendekatan budayanya bisa memicu polarisasi. Selain itu, kepindahannya dari Golkar ke Gerindra pada 2023 membuat beberapa netizen mencurigainya sebagai oportunis politik.
Tantangan lain adalah ekspektasi tinggi setelah kemenangan besar. Netizen sering membandingkannya dengan pemimpin lain, seperti Ridwan Kamil, dan mempertanyakan apakah ia bisa membawa perubahan signifikan dalam waktu singkat. Ada juga kekhawatiran bahwa fokusnya pada aksi simbolis bisa mengabaikan isu struktural seperti pengangguran (6,75% pada 2024) atau kemiskinan (7,46%).
Kesimpulan dari Sudut Pandang Netizen
Secara keseluruhan, netizen melihat Dedi Mulyadi sebagai gubernur yang energik, tegas, dan merakyat, dengan gaya kepemimpinan yang langsung terasa di lapangan. Dukungan kuat terlihat dari apresiasi terhadap kecepatan kerjanya dan promosi budaya Sunda. Namun, ada skeptisisme tentang keberlanjutan dampaknya, potensi pencitraan berlebihan, dan relevansi beberapa kebijakannya. Sebagai pemimpin yang baru beberapa bulan menjabat, penilaian netizen masih dinamis—banyak yang optimis Jawa Barat akan “makin cakep” di tangannya, tapi tak sedikit pula yang menunggu bukti nyata di luar viralitas media sosial.
Pandangan ini tentu akan terus berkembang seiring waktu, terutama saat ia menghadapi tantangan besar seperti perbaikan ekonomi dan infrastruktur yang jadi sorotan masyarakat Jawa Barat.***
Komentar Terbaru