Begini Aturan Pungutan Desa dalam Peraturan Desa
Keberadaan Peraturan Desa dalam perundang-undangan di Indonesia. Peraturan Desa tidak disebut dalam hierarki peraturan perundang-undangan pada UU 12/2011. Namun, keberadaannya diakui berdasarkan pada Pasal 8 UU 12/2011 yang dimaknai peraturan yang dibentuk oleh kepala desa.
Penegasan keberadaan Peraturan Desa kemudian diatur lebih lanjut dalam UU Desa. Pasal 117 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 7 UU Desa mendefinisikan peraturan desa sebagai berikut:
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Adapun Peraturan Desa adalah salah satu dari peraturan yang ada di desa selain Peraturan Kepala Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa. Patut digarisbawahi, Peraturan Desa sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu, Peraturan Desa juga tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Maksud dari kepentingan umum adalah kondisi terganggunya kerukunan masyarakat, terjadinya diskriminasi berbasis SARA, terganggunya pelayanan publik, hingga terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa [“Permendagri 111/2014”]).
Muatan yang Boleh Diatur dalam Peraturan Desa
Selanjutnya, mengenai materi muatan yang boleh diatur dalam Peraturan Desa pada prinsipnya harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya pengaturan perundang-undangan lebih tinggi.
Sebagai peraturan yang berlaku pada lingkup desa, Peraturan Desa dapat memuat materi tentang pelaksanaan kewenangan desa dan mengatur lebih lanjut materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (1) Permendagri 111/2014). Sehingga dapat dikatakan bahwa Peraturan Desa dapat mengatur hal-hal yang belum atau tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan catatan hal tersebut harus termasuk ke dalam kewenangan desa.
Bolehkah Peraturan Desa Mengatur tentang Pungutan?
Terkait pungutan yang diatur dalam Peraturan Desa, sebenarnya Peraturan Desa dapat mengatur tentang pungutan. Ketentuan ini secara tidak langsung tertuang dalam Pasal 69 ayat (4) UU Desa:
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
Dari bunyi ketentuan di atas, dapat dipahami adalah sebuah keharusan pengaturan pungutan hanya diatur melalui Peraturan Desa. Artinya, secara a contrario, pungutan desa tidak dapat diatur dengan Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa.
Selain itu, sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa, sebuah Rancangan Peraturan Desa tentang pungutan pun harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota. Maka, walaupun pungutan diperkenankan diatur, tetap ada pembatasan, yaitu harus dalam bentuk Peraturan Desa dan harus melewati evaluasi dari Bupati/Walikota.
Lebih lanjut, penegasan kebolehan pengaturan pungutan desa tercantum dalam Pasal 37 Permendagri 44/2016:
Desa dapat melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan asli Desa sesuai dengan kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang diberikan kepada masyarakat desa, meliputi (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja):
a. surat pengantar;
b. surat rekomendasi; dan
c. surat keterangan.
Adapun pungutan yang boleh dilakukan desa adalah pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum, wisata desa, pasar desa, tambatan perahu, karamba ikan, pelelangan ikan, dan lain-lain (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa).
Jadi pungutan desa terhadap pembuatan surat talak rujuk, kelakuan baik, keterangan domisili, surat penyerahan hak tanah yang merupakan jasa layanan administrasi adalah dilarang.
Sedangkan untuk pungutan atas jasa usaha seperti ayam petelur, hasil palawija, ayam pedaging, jual beli ternak sapi, rumah kos sebagaimana Anda sebutkan, diperbolehkan.
Contoh Peraturan Desa tentang Pungutan
Contoh peraturan desa tentang pungutan di Kabupaten Banyuwangi dalam Pasal 9 ayat (3) Perbup Banyuwangi 47/2018 menyebutkan desa dapat melakukan pungutan seperti pemandian umum, tambatan perahu, wisata desa, pasar desa, pelelangan ikan, dan swadaya masyarakat.
Hal serupa juga diterapkan di Kabupaten Kerinci melalui Pasal 12 Perbup Kerinci 30/2018, desa berwenang melakukan pungutan atas jasa pengurusan kartu identitas hewan/ternak, jasa usaha seperti pemandian umum, wisata desa, pasar desa, tambatan perahu, keramba ikan, pelelangan ikan, serta pemanfaatan fasilitas umum milik desa seperti jalan ekonomi, jalan usaha tani, jalan akses pemanfaatan bahan mineral bukan logam dan batuan, dan sebagainya.
Sementara itu, Kabupaten Berau melalui Pasal 18 Perbup Berau 21/2017 melarang desa untuk melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi kepada penduduk desa seperti penerbitan surat rekomendasi, surat pengantar, dan surat keterangan.
Oleh karena itu, jenis atau macam pungutan dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya tergantung pada kebijakan pemerintah daerah setempat. ***
Komentar Terbaru