Seni dan Komunikasi Video (Bagian 2)
B. MEMAHAMI KARAKTER PENONTON
Bagian yang berkesinambungan dari memahami bahasa audiovisual adalah memahami segmentasi dan karakteristik khalayak sasaran video. Meskipun khalayak video relatif bersifat umum dan heterogen, sebagai konsekuensi dari bahasa visual yang universal, ada sejumlah karakter spesifik yang tipikal dari khalayak video, yaitu karakteristik penonton atau spectator. Memahami karakteristik penonton ini juga penting karena dari sisi komunikasi, video hanya berjalan one way traffic atau satu arah, sehingga pembuat video harus jeli melihat segmen penontonnya untuk bisa mendeteksi selera semacam apa yang disukai agar karya videonya mendapatkan apresiasi.
Salah satu sifat penonton yang harus kita cermati adalah kemampuannya menduga adegan selanjutnya. Hal ini muncul ketika pesan dan alurnya dapat dipahami oleh penonton dan mereka sanggup menggerakkan pikiran sebagai efek dari information planting (penanaman informasi) yang telah dilakukan di bagian awal suatu program video. Untuk dapat menggerakkan dugaan tersebut perlu ditumbuhkan rasa ingin tahu pada penonton. Ketika kita berhasil membuat penonton menduga, selanjutnya mereka akan lebih mudah terpersuasi karena ingin membuktikan dugaanya atau menguji kebenaran prasangkanya pada alur maupun adegan berikutnya.
Sifat lain dari penonton adalah bahwa mereka memiliki kecenderungan menurut terhadap alur dan informasi yang kita berikan, meskipun kadang secara sengaja kita sembunyikan informasi utama sehingga mereka salah mengerti atau salah menduga, akibatnya ketika informasi utama tersebut kita berikan kemudian, penonton menjadi surprise. Bisa jadi interest mereka akan meningkat karena cenderung ingin menebak jalan cerita hingga benar. Itulah sebabnya meskipun misalnya sebuah film dibintangi seorang artis cantik namun tetap ditinggalkan penonton karena mereka merasa tidak menemukan keasikan pendugaan atau ceritanya datar dan mudah ditebak.
Secara manusiawi setiap penonton cenderung tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat (protagonis), kemudian mengidentifikasikan dirinya atau mengikat dirinya secara emosional terhadap tokoh tersebut (seolah dirinya tokoh tersebut). Sehingga kadang penonton ikut merasakan suka dukanya, menangis ketika tokoh yang disukainya mendapat kesedihan/kesusahan, ikut merasakan ketegangan yang dasyat ketika tokoh hebatnya mengalami hambatan/tekanan dari musuh-musuhnya. Aspek yang perlu diperhatikan dalam hal penokohan ini adalah tidak membuat tokoh yang mendapat simpati penonton berubah-ubah, karena akan menyebabkan penonton jengkel yang harus repot memasang dan melepaskan identifikasi emosional mereka.
Hampir serupa dengan kemampuan menduga, adalah keinginan penonton untuk menghitung alur pemecahan masalah. Dengan kalkulasi ini, penonton mempersiapkan tenaga untuk menghadapi adegan-adegan pemecahan masalah yang telah diperhitungkanya. Penonton akan merasa tidak puas kalau ternyata adegan pemecahan masalahnya jauh lebih ringan dari apa yang dikalkukasinya, karena mereka merasa masih ada sejumlah tenaga yang tersisa. Sebaliknya mereka akan merasa letih ketika adegan pemecahan masalah yang disaksikanya jauh lebih berat daripada perhitungan kalkulasi yang semestinya. Bisa jadi mereka mengernyitkan dahi ketika menyaksikan pemecahan masalahnya lebih memusingkan.
Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh pembuat video adalah kemampuan mata dan telinga manusia. Dalam perhitungan pembuat video, kemampuan penglihatan lebih diandalkan untuk menerima informasi, meskipun tentunya akan lebih baik dengan didukung oleh daya pendengaran. Penonton akan merasa letih jika informasi yang disampaikan lebih mengandalkan suara. Karena penonton sudah terlanjur terbiasa didikte melalui gambar untuk membantu imajinasinya, maka ketika hanya suara yang dominan, mereka akan kerepotan berimajinasi, penonton takut kalau imajinasinya keliru.
Setelah menjelaskan karakteristik penonton dari aspek psikologis dan fisiologis, kita juga perlu menganalisisnya dari perspektif demografis dan distribusi produk media audiovisual, khususnya dalam konteks pemasaran produk tersebut. Estimasi yang akurat mengenai jumlah khalayak, komposisi demografisnya, serta kebutuhan dan selera khalayak sasaran, adalah hal-hal mendasar yang sangat penting dalam perencanaan produksi media audiovisual, khususnya dalam rangka perhitungan biaya dan pendapatan, serta peluang penyampaian pesan agar efektif.
Dalam kerangka ini pula beberapa issue akan mengemuka seperti misalnya media semacam apa yang harus dipakai untuk mencapai segmentasi khalayak tertentu? Seberapa besarkah potensi khalayaknya? Berapa besar jumlah biaya yang masuk akal untuk memproduksi media tertentu? Apa kira-kira kebutuhan dan ekspektasi segmen khalayak tertentu? Format program televisi, film, atau grafis seperti apa yang harus dipakai? Semua pertanyaan ini akan terjawab jika kita dapat mendefinisikan khalayak kita secara jelas. Bahkan untuk produksi media audiovisual yang bersifat non-komersial, jumlah biaya yang akan digunakan harus dapat dijustifikasi berdasarkan jumlah dan karakteristik demografis khalayak yang dapat dijangkau. Analisis terhadap khalayak biasanya mencakup pilihan terhadap medium yang didasarkan pada kebiasaan penggunaannya oleh khalayak tersebut, perkiraan jumlah khalayak, dari situ kita juga bisa melakukan prakiraan biaya, analisis terhadap berbagai ekspektasi khalayak, dan pemilihan format medium yang sesuai dengan ekspektasi khalayak (Musburger & Kindem, 2009: 2).
Khalayak pada umumnya dapat dikategorikan atau disegmentasikan berdasarkan besaran dan komposisi demografisnya. Pengetahuan mengenai segmentasi umur dan jenis kelamin dari khalayak sasaran kita sama pentingnya dengan pengetahuan mengenai keseluruhan jumlah mereka yang akan mengkonsumsi produk media audiovisual kita. Para pengiklan di televisi misalnya, merancang dan memproduksi iklan audiovisualnya untuk segmen demografis tertentu. Bahkan untuk film dokumenterpun (yang biasanya tidak/kurang komersial), pembuatnya perlu mempertimbangkan khalayak dan melakukan uji coba didepan kelompok penonton untuk memastikan efektivitas pesan yang akan disampaikan dan konsistensi ketertarikan penonton terhadap film dokumenter yang sedang dibuat. Proses untuk mengukur preferensi khalayak dan ketertarikan mereka terhadap produk media audiovisual yang sedang dikerjakan, selain memerlukan penelitian dan metodologi ilmiah, juga pengalaman dan pengetahuan produser media audiovisual untuk menginterpretasikan berbagai hasil penelitian tersebut. Variabel-variabel demografi yang biasanya menjadi pertimbangan dalam analisis khalayak antara lain adalah umur, jenis kelamin, rata-rata pendapatan/pengeluaran per bulan/tahun, tingkat pendidikan, agama/kepercayaan yang dianut, kultur, dan bahasa spesifik yang digunakan.
Informasi rinci mengenai khalayak akan membantu proses produksi sebagai masukan untuk berbagai pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi media audiovisual. Sifat dan preferensi khalayak dapat digunakan untuk menentukan format program, topik, struktur cerita, dan bahkan biaya produksi. Pendekatan ini juga berlaku bagi produk-produk media non-komersial dimana respon khalayak merupakan indikator utama bagi efektivitas program kita. Riset terhadap khalayak dapat juga digunakan pada tahap pasca produksi untuk menilai dampak dan efektivitas produksi pada tahap tersebut. Jadi meskipun tidak dapat menggantikan profesionalitas tenaga produksi media audiovisual, riset khalayak dapat memberikan landasan ilmiah yang teruji secara statistik untuk berbagai pilihan dan keputusan dalam proses produksi, daripada hanya mengandalkan pada perkiraan atau dugaan saja.
Melakukan estimasi besaran dan karakteristik demografis khalayak merupakan kegiatan yang cukup rumit. Biasanya kita dapat melakukan estimasi dari keberhasilan yang telah diperoleh produk media audiovisual sebelumnya yang serupa dengan yang sedang kita kerjakan. Misalnya, kita dapat menggunakan data atau jasa konsultan periset khalayak seperti A.C. Nielsen melalui ratings (pemeringkatan) khalayak televisi dari program yang telah ada sebelumnya, yang sejenis dengan yang sedang atau akan kita kerjakan.
Ratings televisi menyediakan informasi tentang khalayak dalam bentuk pemeringkatan program-program televisi, shares, dan pemilahan pangsa pasar penonton televisi secara nasional dan regional berdasarkan karakteristik demografisnya (Musburger & Kindem, 2009: 3). Ratings berarti proporsi atau persentase dari seluruh rumah tangga yang memiliki pesawat televisi pada suatu waktu tertentu (seluruh rumah tangga yang memiliki pesawat televisi, terlepas dari dinyalakan atau dimatikan) yang sedang menayangkan saluran /program televisi tertentu. Jadi, misalnya ada 40 juta rumah tangga yang memiliki pesawat televisi, dan 10 juta diantaranya sedang digunakan untuk menonton sinetron X, maka rating program tersebut (sinetron X) adalah 25, yaitu 25 persen dari total populasi televisi.
Sementara shares menunjukkan persentase televisi di rumah tangga yang dinyalakan dan sedang menayangkan suatu program tertentu pada suatu saat tertentu. Jadi jika ada 10 juta rumah tangga yang sedang menonton televisi dan 4 juta diantaranya sedang menonton suatu program yang sama, maka program tersebut dikatakan memiliki 40 persen audience share, yang menunjukkan 40 persen dari seluruh khalayak yang sedang menonton televisi.
Metoda untuk mengetahui jumlah khalayak pada internet jauh lebih mudah daripada televisi. Yaitu melalui suatu sistem yang menghitung frekuensi suatu laman situs dibuka, biasanya disebut ‘hit‘. Hit menunjukkan penghitungan yang akurat dari frekuensi khalayak mengunjungi suatu situs, tetapi tidak dapat memberikan informasi tentang berapa lama mereka berada di suatu situs untuk membaca atau memahami apa yang ditampilkan situs tersebut. Metoda pengukuran dengan hits lebih akurat dibanding dengan ratings, namun tetap belum mampu menunjukkan pengukuran yang lengkap mengenai khalayak (seperti rasa suka atau tidak suka).
Produser film dan iklan audiovisual serta para distributornya, biasanya mengandalkan riset untuk melakukan estimasi jumlah khalayak dan preferensi khalayak yang akan dibawa dalam menentukan suatu produk media tertentu. Judul film, daftar pemain, tema film, atau ringkasan cerita film misalnya, dapat diujikan kepada khalayak dan tanggapan terhadap hasil pengujian tadi dijadikan bahan untuk mengevaluasi rencana produksi. Dalam kasus film, penelitian terhadap khalayak menunjukkan bahwa penentu utama dari keberhasilan suatu film adalah penetrasi iklan/promosi melalui berbagai media (jumlah orang yang pernah mendengar tentang sedang diproduksinya suatu film tertentu). Penentu lainnya adalah keberhasilan sutradaranya dalam menghasilkan film laris sebelumnya, bintang-bintang ternama yang terlibat didalamnya, atau tema dan cerita yang telah diujikan kepada khalayak sebelumnya. Jadi, riset khalayak pada dasarnya telah digunakan secara luas dalam berbagai produksi media audiovisual komersial.
Beberapa program televisi dan iklan dapat dilanjutkan atau dihentikan semata-mata oleh ujicoba terhadap khalayak. Alur cerita, tokoh-tokoh dalam cerita, dan editing, kadang-kadang harus dirubah setelah diujicobakan kepada khalayak. Biro iklan biasanya mengujicobakan beberapa versi iklan pada khalayak yang dijadikan sampel sebelum menentukan mana yang akan disiarkan.
Program siaran berita seringkali menerapkan riset khalayak yang berkesinambungan untuk menemukan cara mendongkrak rating atau share. Dalam kasus produk media audiovisual non-komersial, pihak sponsor bisa saja meminta bukti konkrit tentang efektivitas komunikasi dan reksi positif penonton setelah produksi diselesaikan, dan riset khalayak dapat digunakan untuk itu.
Riset khalayak harus dipahami sebagai unsur penting dalam proses produksi media karena setidaknya dapat memberikan jaminan dalam melakukan pekerjaan berbiaya tinggi untuk mencapai khalayak sasaran atau menghasilkan keuntungan. Riset khalayak pada produk media non-komersial biasanya difokuskan pada penilaian terhadap kebutuhan-kebutuhan khalayak dan efektivitas program.
Suatu produk media audiovisual biasanya mendasarkan biaya produksi atas dasar keperluan atau kepentingan perusahaan, pemerintah, atau kultural, demikian pula dengan preferensi dan besaran jumlah khalayak yang hendak dicapainya. Perusahaan atau instansi pemerintah memerlukan jaminan bahwa program akan secara efektif menjangkau khalayak sasaran dan dapat menyampaikan pesan yang dibawanya. Uji coba terhadap khalayak dapat membantu menentukan format terbaik untuk menyampaikan informasi dan mencapai khalayak.
[SKOM4440-M1-KB2]Sebelumnya Seni dan Komunikasi Video (Bagian 1)
Komentar Terbaru